Senin, 03 Januari 2011

Budaya Sasak Lombok




Budaya Sasak Lombok

Budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan (Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, 1997 : 149). E.B. Taylor menguraikan bahwa budaya meliputi aspek-aspek pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kebiasaan serta kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Tim Dosen UNJ, 2004 : 27). Sedangkan Sasak Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Ia terjalin menjadi satu, yang berasal dari kata ” Sa’sa’ Loombo” yang berasal dari sa`= satu dan lombo` = lurus. maka, Sasak Lombok berarti satu-satunya kelurusan. Orang Sasak Lombok kurang lebih artinya orang yang menjunjung tinggi kelurusan/kejujuran/polos.
Dengan demikian, Budaya Sasak Lombok adalah bahwa budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kebiasaan serta kemampuan lain yang diperoleh dalam kehidupan masyakarat Sasak Lombok.

A.Peran

Dalam perjalanan sejarah orang-orang Sasak Lombok sejak eksistensinya di Gumi Sasak tentu memiliki nilai-nilai yang diekspresikan, dihormati, dan dipegang teguh (budaya). Seiring perjalanan waktu, budaya-budaya tersebut mengalami pasang surut perkembangan karena munculnya tokoh-tokoh pembaharu yang berupaya untuk mengkaji ulang kembali dengan tujuan menggantikannya atau memperbaiki sebagiannya. Bagaimanapun proses perubahan-perubahan yang terjadi, marilah kita mencoba mengkaji juga peran budaya dalam kehidupan bermasyarakat,
Budaya terkadang bersifat sangat abstrak dan menjadi wadah perekat sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Didalamnya terjadi interaksi sosial yang dapat menjalin dan menumbuhkembangkan rasa persaudaraan dan kebersamaan. Untuk dapat sedikit memberikan gambaran tentang peran budaya sebagai perekat social dalam kehidupan bermasyarakat. Diuraikan tradisi-tradisi (kebiasaan-beiasaan), antara lain :
1.Saling sapa dan jabat tangan, sederhana memang kelihatannya perlakuan seperti ini akan tetapi orang lain dapat memberikan penilaian yang baik sehingga akan semakin tumbuh kebersamaan, dan rasa kekeluargaan
2.Bersilaturrahmi, menjengok orang sakit, Bersilaturrahmi yang dilakukan bukan hanya sebatas ketika membutuhkan orang yang bersangkutan. Hal ini memiliki dampak psikologis yang kurang baik terhadap orang yang didatangi. Oleh karena itu, membutuhkan atau tidak sangatlah tepat untuk terus dilakukan, ditumbuhkembangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, menjenguk orang yang sakit, sungguh hal ini dapat memberikan motivasi, semangat yang besar bagi yang sakit sehingga proses penyembuhannya semakin cepat. Tentunya, orang yang sakit selalu akan mengingat kebaikan-kebaikan dari penjenguk. Hal ini merupakan suatu bentuk perekat sosial yang sangat baik
3.Saling menghargai, Adanya penerimaan dan bersedia sebagai obyek ketika subyek memiliki pendapat. Saling menghargai bukan hanya inter golongan akan tetapi juga antar golongan termasuk perbedaan suku, ras, dan agama. Di Lombok secara lebih khusus, haruslah kita melestarikan hubungan dengan beberapa etnis yang ada seperti etnis Bali, Cina, Arab dan lain sebagainya. Dalam hal ini, kita harus menghilangkan, atau meminimalisir disharmoni antar golongan tersebut. Dalam hal ini, Perlu disajikan apa yang ditulis oleh I Gde Mandia, AH dan I Ketut Panca Putra, BA dalam sebuah artikel Melestarikan Hubungan Harmonis Antara Etnis Sasak dan Bali di Lombok Tahun 2002, sebagai berikut :
“Khususnya kami yang mewakili etnis Bali menyampaikan terimakasih yang dalam, kepada saudara-saudara kami etnis Sasak yang dalam hal ini berposisi sebagai tuan rumah yang bukan saja baik, tapi sangat baik. Bukan saja baik terhadap etnis Bali tetapi kepada semua etnis pendatang”.
Akan tetapi perlu pula disajikan apa yang ditulis oleh Ir H. Jelengga dalam sebuah tulisan “Kerajaan Pejanggik & Pasca Pejanggik (Sejarah Lombok Versi Pejanggik)” sebagai berikut :
“Keberadaan suku Bali yang beragama Hindu di-Lombok, telah melalui proses panjang dan kenyataan sejarah, sehingga mereka berhak disebut dan menyebut dirinya Orang Lombok Ber-Etnis Bali. ….Ekspansi Karang Asem berlatar belakang ekonomi bukan politik karena pada kenyataannya lebih banyak orang Hindu masuk Islam daripada Orang Islam khususnya Sasak yang masuk Hindu….Bahwa sejarah adalah masa lalu yang telah lenyap. Kita tidak bisa memutar peredaran waktu mundur ke belakang menghapus dan meniadakan yang pahit dan yang buruk dan tidak bias diukur dengan nilai masa kini. Yang terpenting adalah mengambil hikmah dan pelajaran dari masa lalu untuk menapak masa depan. Bahwa kita bias hidup dengan kebersamaan di tengah perbedaan karena perbedaan adalah hikmah. Tuhan sengaja menciptakannya untuk kita saling kenal mengenal”

Selain peran-peran tersebut, budaya memiliki peran-peran yang sangat strategis untuk menunjukkan karakteristik masyarakat, asset pariwisata budaya, rekreasi bagi bagi masyarakat dan lain-lain.
Untuk memaksimalkan peran budaya tentunya harus didukung etika, sopan santun agar membuahkan pandangan yang menyenangkan baik dari segi martabat ”quality” dan penampilan ”appearance” yang baik, meliputi : (Umar Berlian, 2008)
1.Keluwesan ”charme” yaitu suatu sikap dan keadaan pribadi seseorang yang menggambarkan kebaikan hati dan perhatian terhadap sesama manusia.
2.Cara berpakaian yang menyangkut kecocokan, keserasian, dan ketepatan situasi dan kondisi, harus menampakkan kerapian, dan senang dipandang, terlebih lagi kita berada dalam suatu pergaulan resmi seperti menghadiri acara resmi kemasyarakatan
3.Cara bercakap-cakap. Orang dapat menarik percakapannya karena ia berpengalaman luas atau cara-caranya ia menerangkan sesuatu. Perlihatkan bahwa kita memberikan perhatian terhadap orang lain. Jikalau kita tidak memiliki pembawaan untuk bercakap-cakap dengan mudah, kita dapat menyesuaikannya dengan cara mendengarkan pembicaraan orang lain sepenuhnya.
4.Menata gerak-gerik fisik seperti berjalan, duduk, makan dan minum dan berbicara dihapan umum ”public speaking”. Pada prinsipnya kita harus dapat melakukannya dengan baik dan mengaplikasikan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.



B.Nilai-Nilai
Budaya memiliki nilai-nilai yang dapat mengantarkan masyarakat pendukungnya menuju kehidupan yang lebih baik. Budaya Sasak memiliki nilai-nilai filosofis yang agung, justru menjadi sebuah konsep dalam peradaban modern. Beberapa konsep-konsep yang dimaksudkan antara lain :
1.Pemerintahan yang bersih (Clean Goverment() terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme telah dilakukan oleh nenek moyang kita. Ketika mereka menyelesaikan sebuah kasus (Problem Solving), mereka melalui musyawarah (demokrasi) yang dilaksanakan di tempat terbuka seperti berugak, mereka duduk secara bersama tanpa ada yang harus disembunyikan,
2.Perlindungan terhadap alam (Save Our Nation), permasalahan yang saat ini sedang mengemuka adalah “pemanasan global”. Perlindungan terhadap alam, para pendahulu kita sebelum melakukan proses penanaman padi ataupun penebangan kayu mereka awali dengan upacara “Ngayu-Ayu”, yang berisi pesan-pesan moral untuk tetap memperhatikan kelestarian alam, mereka tidak sembarangan kalau mau memanfaatkan sumber daya alam,
3.Ketahanan Pangan (Food Survival), nenek moyang di Gumi Sasak, jauh sebelum Indonesia merdeka, mereka menyimpan padi di lumbung dengan menggunakan sekat-sekat. Sekat-sekat tersebut menunjukkan adanya tahapan pemanfaatan secara teroorganisir artinya bila telah sampai pada tahapan akhir. Harus warning untuk mereka berhemat-hemat dalam mempergunakan bahan pangan.
4.Persatuan, Kesatuan dan Rela Berkorban, budaya bau nyale memiliki nilai filosofis yang sangat dalam. Dalam sebuah legenda, ketimbang akan menimbulkan perpecahan di antara sesama, maka Putri Mandalika mengorbankan dirinya sehingga seluruhnya dapat mengambil manfaat darinya.
5.Keselamatan, seperti acara Rebo Buntung yang dilaksanakan pada hari Rabu, minggu terakhir di bulan Safar. Khusus di Pringgabaya, tradisi tersebut dilakukan dengan membuang tiga macam sunsunan sebagai perlambang adanya tiga fase yang dilalui oleh masyarakat sasak serta bertujuan untuk menolak bala. Tiga macam sunsunan tersebut yaitu
a.Sunsunan Ratu, yang di dalamnya terdapat Ayam Hitam melambangkan bahwa pada masyarakat Sasak telah melalui fase animisme
b.Susunan Wali, yang didalamnya terdapat Ayam Bengkuning melambangkan bahwa pada masyarakat Sasak telah melalui fase Islam Wetu Telu (Sinkretisme antara ajaran Animisme, Hindu dan Islam)
c.Sunsunan Rasul, yang di dalamnya terdapat Ayam Putih Mulus melambangkan bahwa pada masyarakat Sasak sedang melalui fase Islam Waktu Lima (sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW) seperti yang sekarang ini.
6.Keimanan terhadap Allah SWT, dalam berpakaian masyarakat suku Sasak menggunakan sapu’ (ikat kepala) yang ujung bagian depannya lancip ke atas, menunjukkan akan pengakuannya terhadap Allah SWT. Dimana saja dia berada harus ingat kepada Sang Khalik yang menciptakannya

C.Internalisasi
Perkembangan sains dan teknologi di abad ultra modern ini telah memberikan manfaat terhadap hidup dan kehidupan manusia, akan tetapi disisi yang lain telah memberikan dampak yang sangat memprihatinkan terhadap minusnya apresiasi nilai-nilai yang telah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat. Minusnya nilai-nilai tersebut berimbas terhadap pola prilaku dan dekadensi moral yang kian sulit diatasi. Egoistis dan individualistis semakin mengedepan. Pembunuhan, pemerkosaan, perampokan serta kenakalan remaja yang kita saksikan lewat media massa merupakan masalah eksponensial yang harus dicarikan solusi pemecahan masalahnya.
Kehilangan jati diri berarti kehilangan nilai-nilai yang mengakar dan menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Bangsa yang maju adalah bangsa yang dapat membangun dengan karakteristiknya tanpa harus meniru bangsa lain. Dengan kata lain “Pembangunan yang dilakukan dengan meninggalkan nilai-nilai budaya suatu bangsa adalah kemustahilan”. Kalaupun ada bangsa yang disebut maju, kemudian meninggalkan nilai-nilai yang paling hakiki dalam hidupnya, manusia sesungguhnya kemajuan semu dan gersang yang diperoleh. Oleh sebab itu, perlu dilakukan internalisasi nilai-nilai budaya yang positif melalui lingkungan keluarga (informal), lingkungan masyarakat (non formal), lembaga pendidikan (formal).
Jika dalam penulisan artikel ini terdapat kekurangan, tiang nunas ma’af yang sebesar-besarnya. “te saling junjung leq kebagusan, te saling periri leq kekurangan” tiang sudah berupaya untuk menulis sebagaimana Songgak Sasak “aik mening tunjung tilah, mpak bau”. (ibarat mengambil helai rambut dari tepung).



  • Belajar dengan Ponsel di Sekolah


Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) harusnya membuat pembelajaran menjadi semakin menarik dan bermutu. Kemajuan TIK memberikan berbagai fasilitas melalui produk teknologi yang bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran. Produk-produk yang dapat digunakan dalam pembelajaran antara lain televisi, radio, telepon, telepon seluler (handphone), komputer, hingga koneksi internet. Produk-produk ini harus dapat bermanfaat secara positif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.

Ironisnya, tingginya melek teknologi (literacy with ICT) di kalangan siswa tidak diimbangi oleh kemampuan guru. Hanya sebagian kecil guru yang melek teknologi di atas kemampuan siswa. Memang pesatnya kemajuan teknologi sesuai dengan zamannya. Namun hal ini seharusnya bukan menjadi kendala bagi guru untuk mengembangkan diri dan memanfaatkan teknologi dalam kegiatan pembelajaran menjadi pengajar yang handal dan paham teknologi.

Tinggi daya melek teknologi siswa dibanding guru menyebabkan banyak penyimpangan dalam penggunaan TIK. Banyak video porno yang direkam dan dilakukan oleh kalangan terpelajar melalui fasilitas handphone. Layanan internet banyak disalahgunakan oleh siswa. Kasus-kasus ini merupakan penyimpangan penggunaan teknologi karena rendahnya keterampilan teknologi yang dimiliki guru. Akhirnya, dengan kebijakan yang tidak bijak, beberapa sekolah melarang siswanya membawa handphone ke sekolah.

Apa yang bisa dilakukan oleh handphone dalam kegiatan pembelajaran?
Sebelum membedah daya guna handphone dalam kegiatan pembelajaran, penting dipahami fitur-fitur yang tersedia di dalamnya. Fitur-fitur dalam handphone di antaranya berupa telepon, pesan pendek (Short Message Service/SMS), alarm, timer hitung mundur, stopwatch, kalkulator, pemutar musik, kamera, rekaman video, rekaman suara, infrared/bluetooth, tv, hingga internet melalui berbagai koneksi).

Pertanyaannya, seberapa kreatifkah guru dalam memanfaatkan fitur-fitur ini atau malah menganggapnya fitur-fitur ini tidak berguna dalam kegiatan pembelajaran?
Fitur-fitur handphone dapat dimasukkan dalam langkah-langkah pembelajaran sebagai wujud nyata strategi pembelajaran. Tentu saja, pemanfaatan fitur-fitur handphone harus disesuaikan dengan kompetensi dasar apa yang hendak diajarkan. Guru harus mampu memilih fitur-fitur handphone yang dapat digunakan pada kompetensi dasar tertentu, bukan dipaksa-paksakan, dicocok-cocokkan.

Dalam kegiatan pembelajaran, layanan telepon dapat dimanfaatkan guru dalam menunjuk kelompok. Kelompok ini dapat dibentuk sebelumnya berdasarkan kemampuan tiap individu, bukan secara acak. Kelompok ini dapat diberikan tugas oleh guru seperti untuk penunjukkan presentasi. Penujukkan kelompok dapat dilakukan secara acak melalui fitur panggilan cepat di dalam handphone. Guru harus menyimpan nomor handphone perwakilan beberapa kelompok.
Jika tiba giliran kelompok untuk presentasi, guru cukup menekan tombol 2 hingga 9. Tunggu beberapa saat dan simak telepon siapa yang berdering. Kelompok inilah yang memperoleh giliran untuk presentasi.

Layanan pesan pendek/SMS dapat digunakan guru dalam membagi tema. Langkah ini bertujuan agar tema tiap kelompok tidak diketahui oleh kelompok lain. Caranya, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok. Guru mengirimkan SMS ke perwakilan kelompok berdasarkan beberapa tema sudah dipersiapkan sebelumnya.

Untuk membatasi waktu, guru dapat memanfaatkan alarm handphone. Dalam kegiatan presentasi, diskusi, hingga ulangan harian dapat digunakan fitur alarm. Jatah waktu yang diberikan dapat diukur dengan objektif melalui alarm. Jatah waktu tiap kelompok/tiap siswa sama, bukan berdasarkan insting, melainkan berdasarkan alarm. Layanan yang mirip dengan alarm dalam handphone adalah timer hitung mundur dan stopwatch. Layanan fitur stopwatch dapat digunakan dalam pembelajaran olah raga.

Kalkulator dapat dimanfaatkan guru dengan bijak. Ada saatnya guru memanfaatkan fitur ini dan ada saatnya tidak. Hal ini sangat bergantung pada kompetensi dasar bidang studi yang diberikan. Jika guru sedang membawakan kompetensi non-matematika dan ingin hasil cepat, tidak ada salahnya guru memanfaatkan layanan ini. Namun jika guru sedang melatih kompetensi hitung, guru harus memperhitungkan kembali pemakaian layanan hitung ini. Sekali lagi, guru harus bijak memanfaatkan layanan ini.

Dalam pembelajaran bahasa, layanan rekaman suara dapat digunakan guru dalam memberikan penguatan. Misalnya pembelajaran membaca puisi, membaca berita, membaca pengumuman, dll. Guru dapat menggunakan layanan rekaman suara dan diputar kembali untuk diberikan penguatan.

Jika layanan suara belum cukup, guru dapat menggunakan layanan rekaman video. Melalui rekaman video guru dan siswa dapat menyimak sajian audio-visual. Guru dapat memberikan penguatan sikap dan ekspresi dalam pembelajaran berpidato, membaca puisi, hingga drama.
Layanan rekaman video juga dapat digunakan guru Bahasa Indonesia dalam menulis paragraf.

Guru dapat juga memberikan tugas pada perwakilan kelompok, jika tidak semua siswa memiliki handphone berfitur kamera, untuk memotret objek atau merekam keramaian stasiun kereta api. Lalu, guru memberikan tugas menulis paragraf. Begitu juga guru bidang studi lain, guru ekonomi dapat merekam keramaian pasar, guru olahraga memberikan masukan lay-up dalam olah raga basket yang benar, dll.

Sebagai koneksi transfer data, guru dan siswa dapat memanfaatkan fitur infrared dan bluetooth. Objek yang sudah terpotret dapat dibagi kepada siswa lain atau diserahkan pada guru. Guru atau siswa dapat metransfer langsung ke laptop untuk ditayangkan melalui LCD Proyektor. Objek ini dapat disesuaikan dengan bidang studi yang diajarkan guru.

Handphone tertentu sudah menyediakan fasitas televisi. Guru bidang studi tertentu dapat memanfaatkan televisi sebagai bahan ajar. Misalkan berita, iklan, sinetron, dll. Pemilihan bahan ajar ini harus dilakukan guru secara selektif dan benar-benar membawa manfaat dalam pencapaian tujuan belajar.

Melalui koneksi data, handphone kini menyediakan layanan internet. Melalui internet, guru dapat mencari bahan ajar dan jutaan referensi dalam internet. Tentu jika menginginkan layar yang lebar, handphone dapat dikoneksikan ke laptop dan ditayangkan melalui LCD Proyektor. Jika belum puas melalui koneksi handphone, guru dapat memanfaatkan jaringan internet via kabel dan nirkabel, misal wifi.

Praktik lebih lanjut pemanfaatkan handphone dapat dikreasikan guru. Tentu tidak semua guru dapat memanfaatkan layanan handphone yangdapat dipadukan dengan produk TIK lainnya. Hal ini sangat bergantung pada ketersediaan infrastruktur TIK di sekolah dan daya melek guru terhadap TIK. Yang jelas bahwa berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan produk TIK membawa dampak positif dalam kegiatan pembelajaran menuju pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Pertanyaannya, masihkah handphone dilarang dibawa ke sekolah?

Tak Ada Tempat Aman untuk Senyummu
Karya: Huda M Elmatsani

Tak ada tempat aman untuk sembunyikan senyummu. Pada bungakah? Kupukupu datang, dan aku melihat senyummu memancar anggun. Pada daun? Angin berhembus, senyummu menari ke kanan dan ke kiri. Pada gerimis? Ah, matahari justeru mengubahnya jadi pelangi. Semakin nampak betapa indahnya engkau tersenyum.

Tak ada tempat aman untuk sembunyikan senyummu. Bahkan ketika bibirmu rapat seribu bahasa dan hening mengunci setiap suara. Sunyi hanya memberi kesempatan pada kata untuk membebaskan diri dan menemukan isyarat pada relief tatapanmu. Dan di sudut matamu yang kuntum, aku melihat betapa indahnya engkau tersenyum.

Maka berikan saja senyummu itu padaku.
Tanpa malumalu, tanpa ragu.

Percakapan tanpa Kata
Karya: Huda M Elmatsani

Di lindap malam
kita tak nyalakan lilin
hanya kilap bulan separuh lingkaran
dibingkai kaca jendela
dan siluet reranting.

Kita berhadapan tanpa sapa
hanya tatapan tajam bersinar
saling menembus keheningan
segala kata menjelma
debar di dada.

Memandangi semesta, dinda
bintangbintang bagai intan bertaburan
menciptakan larik-larik puisi
komposisi indah untuk kukalungkan
di hatimu.

Setiap pertemuan adalah cakrawala
tempatku munajatkan cinta
di antara cahaya matamu: indah sehening doa.
Percakapan tak selalu tercipta
dari kata.

Senyummu Indah Begitu Saja
Karya: Huda M Elmatsani

Dinda, entah kenapa
senyummu indah begitu saja.
Tak perlu kata kiasan menjelaskannya.
Tak perlu majas rembulan
atau tujuh bait pelangi.

Senyummu indah begitu saja.

Lalu, bagaimana bisa kubiarkan
kau tersenyum
tanpa kusiram dengan cium.
Seperti siraman premium
senyummu api begitu saja
membakar seluruh kata-kataku
yang tersisa hanya bongkahan arang
bekas tumpukan puisi
yang tak sempat kuucapkan.

Senyummu indah begitu saja.

Perlahan meluncur ke lubuk hatiku
menimba airmata
menumpahkannya ke langit biru.
Senyummu gerimis begitu saja
menggiring kepak-kepak camarku
berlayar di samudera hatimu.

Selalu Ada Puisi Untukmu
Karya: Huda M Elmatsani

Selalu ada puisi untukmu
antara hasrat dan katakata yang dibasahi gelembung cinta
yang melahirkan gerimis di bumi jiwa kita
semua kata yang tujuannya menggambarkan hatimu
selempang pelangi di cakrawala.

Senyum yang menjadi rahasia bibirmu
kuperam dalam jantungku. Tumbuh satu per satu
menggetarkan sunyi, bermekaran di antara jemari
sebagian terperangkap ke dalam sajak
sebagian terlepas menjelma kepakkepak renjana.

Jangan risaukan katakata yang tak terucapkan
biarkan menggenang dalam kolam ingatan
atau angin menyingkap rinduku
yang tersembunyi di dedaunan dan melepaskannya padamu
dalam bentuk musim gugur yang indah.




TEKNIK BERBICARA DAN BERSIKAP DI DEPAN PUBLIK


TEKNIK BERBICARA DAN BERSIKAP DI DEPAN PUBLIK
PENDAHULUAN
Bicara dan mengungkapkan pikiran pada orang adalah karunia terbesar yang diberikan
Tuhan pada manusia. Hanya manusia yang mampu berkomunikasi secara jelas tentang
apa saja yang ingin disampaikan pada orang lain. Itu yang membuat manusia menjadi
ciptaan yang memiliki kelebihan dibanding ciptaan Tuhan lainnya. Kambing misalnya bisa
mengembik dan harimau mengaung. Namun tetap mereka makhluk hidup yang tidak bisa
membangun peradabannya seperti hidupnya manusia. Kelebihan itupula yang membuat
manusia bisa menjalin komunikasi dalam rentang zaman yang panjang sampai sekarang.
Dalam literatur yang ada, tekhnik berbicara sudah dipelajari sejak zaman Yunani dan
Romawi kuno.
Di zaman-zaman itu, tekhnik berbicara menjadi alat yang penting yang harus dipelajari
orang. Dalam literatur yang ada, ilmu itu dikenal dengan ilmu retorika. Ilmu ini sama
tuanya dengan kelahiran manusia dimuka bumi. Pada masa itu retorika dipakai sebagai
salah satu alat elit kerajaan mempertahankan kekuasaannya dari musuh-musuh yang ada.
Artinya selain perang, kerajaan juga membentengi kepentingannya dengan membayar
ahli-ahli retorika dalam menghadapi ancaman musuh. Musuh yang kerap
mempersengketakan tanah pada kerajaan yang ada. Dan biasanya diselesaikan dalam
ruang debat yang dihadiri oleh massa yang begitu banyak. Persis seperti arena
pertandingan tinju. Yang paling unggul dan menang adalah pihak yang terampil dalam
ilmu retorika. Itu artinya yang memenangkan perkara tidak pada salah benarnya suatu
kasus. Namun yang menang yaitu pihak yang paling cerdas bersilat lidah. Itu karena saat
itu orang belum kenal dunia pengacara seperti zaman kita sekarang.
Pada perang dunia kedua, sang orator ulung yang berpangkat kopral naik menjadi kaisar
Jerman karena kepiawaiannya dalam berbicara. Kopral itu bernama Hitler. Kata-katanya
bahwa ; “ setiap gerakan besar di dunia ini dikembangkan oleh ahli-ahli pidato dan bukan
oleh jago-jago tulisan”. Atau dalam bahasa Jerman Jede grosse Bewegung auf dieser
Erde verdankt ihr Wachsen den grosseren Rednern und nicht den grossen Screibern. Dan
masih dalam bicara, ditemukan 75% aktifitas yang dihabiskan manusia sehari-hari yaitu
aktifitas komunikasi. Dale Carnegie punya penilain tersendiri pada aktifitas komunikasi
ini. Menurutnya, seseorang yang terpelajar dan kurang ajar sangat bisa di nilai dari
bicaranya.
Bicara lagi-lagi memiliki peran penting yang harus dipelajari. Bicara tidak saja
menunjukan identitas bangsa seseorang. Namun bicara juga sangat penting mengukur
karakter seseorang. Sebaiknya orang mencocokan tutur bahasanya dengan pantas, baru ia
mau mencocokan pantas tidaknya pakaian yang ia kenakan. Bicara memang adalah bakat
bawaan setiap orang. Namun ketrampilan bicara dengan baik dan benar membutuhkan
latihan tersendiri.
LATIHAN BICARA
Masih di zaman SM (Yunani dan Romawi), menjadi orator ulung butuh kerja keras yang
tidak mudah. Mereka harus menyediakan uang yang banyak untuk mendapatkan ilmu
retorika dari guru-guru terkenal. Dan karena itu mempelajari ilmu itu hanya bisa
diperoleh oleh orang-orang tertentu. Atau hanya kasta tinggi atau elit-elit kerajaan yang
bisa memperoleh ilmu retorika secara berkualitas. Aristoteles yang dikenal filosof salah
satu yang tidak tuntas mempelajari ilmu retorika akibat beratnya biaya yang harus
dibayar pada guru-guru ilmu retorika yang ada pada zaman itu. Di zaman itu juga banyak
dari para orator ulung yang harus belajar berpuluh-puluh tahun di gua yang dibuat demi
mendalami ilmu retorika secara dalam. Mereka terpaksa mengisolasi diri demi
paripurnanya ilmu itu saat turun dari gua nanti. Mereka belajar berolah vokal mulai dari
intonasi suara hingga gerak-gerik dan mimik wajah di selaraskan dengan suara yang ada.
Itu dilakukan secara terus-menerus hingga memakan waktu berpuluh-puluh tahun di gua.
Hasil yang diperoleh selama upaya itu sangat luar biasa. Mereka turun dari gua dengan
menguasai kota-kota dan kerajaan dengan keahlian retorika secara mengagumkan.
Di era modern banyak sekali tokoh-tokoh yang karirnya cemerlang karena kemampuannya
menyampaikan pemikirannya secara mengesankan pada publik. Salah satu sample
kesuksesan itu adalah presiden Amerika Serikat John F. Kennedy yang mampu meredam
emosi kaum kulit hitam pada saat ia menyampaikan pidatonya dalam suasana duka kaum
kulit hitam terhadap matinya tokoh kulit hitam Marthen Luther King karena dibunuh oleh
kaum kulit putih. Massa kaum kulit hitam yang sedang antipati menjadi reda’ saat
mendengar pidato Kennedy. Kennedy mampu meredakan emosi kaum kulit hitam karena
kebencian mereka pada tindakan kaum kulit putih itu. Presiden AS itu mengucapkan
belasungkawa dan apresiasi pada perjuangan kemanusiaan Marthen Luther King sebagai
pahlawan kemanusiaan. Dia berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan oleh Marthen
Luther King adalah sebuah upaya untuk mengajarkan tentang betapa pentingnya
menghargai kemanusiaan ditengah-tengah heterogenitas bangsa Amerika untuk melawan
diskriminasi rasial yang ada pada zaman itu.
Pidato John F . Kennedy itu tercatat sebagai orator ulung karena ia sendiri berkulit
putih. Dan kerumunan yang penuh emosi dan kebencian para kaum kulit hitam itu segera
berubah memuja Kennedy. Massa pun pulang dan bubar secara baik-baik setelah
mendengar pidato presiden Kennedy yang menyentuh nurani mereka semua. Itu contoh
dari kesuksesan seorang orator atau pembicara yang mampu membaca emosi dan
perasaan audiensnya.
Kembali pada kefasihan bicara yang mutlak dimiliki para pemimpin. Belajar untuk bisa
menyampaikan gagasan kita pada orang tak perlu lagi seperti pada masa lampau. Jika
pada masa Aristoteles belajar retorika begitu susah. Dimana kita harus tidur di gua yang
dikelilingi oleh binatang buas seperti ular dan harus digigit nyamuk yang sangat
berbahaya. Dan juga hanya bisa dipelajari oleh orang-orang berpunya dan berkasta
kebangsaan. Maka ilmu itu kini dapat dipelajari oleh siapa saja. Dan kita tidak perlu
harus menginap di gua. Namun kita cukup punya kemauan dan mau belajar ilmu ini
dengan benar dan sungguh-sungguh saja. Dan ilmu ini tidak lagi menjadi milik
sekelompok orang saja. Atau milik penguasa atau politisi. Namun para entrepreneur juga
membutuhkan ilmu ini dalam mempengaruhi orang lain. Jadi ilmu ini tidak saja sebagai
alat mempengaruhi rakyat bagi para politisi dan pemerintah . Namun juga beguna bagi
para pelaku bisnis dalam memasarkan produknya pada konsumen.
Singkatnya, para orator, pembicara hebat yang pernah kita kenal pasti pernah belajar
ilmu ini. Dan dari mereka itu banyak cara yang dipakai dalam membantu kefasihan
mereka berkomunikasi, baik sebagai pribadi dengan pribadi maupun dengan audiens atau
massa. Salah satu cara yaitu berlatih di depan cermin atau ruangan yang tidak
mengganggu orang lain secara terus menerus. Hollingsworth di dalam bukunya yang
berjudul The Psychology of the Audience punya kiat dalam mempengaruhi audiens
tertarik pada apa yang kita sampaikan. Perhatian harus dipertahankan dengan
membangkitkan minat khalayak. Dianjurkan untuk menyisipkan cerita lucu, penggunaan
bahasa yang baik dan hal-hal lain yang bisa menimbulkan tambahan perhatian.
KIAT MENGATASI KEPANIKAN KOMUNIKASI
Tidak jarang sikap gugup atau demam panggung dialami seseorang dalam presentasi atau
ceramah yang ia sampaikan. Mereka yang mengalami masalah itu datang dari siapa saja.
Tidak saja pada orang-orang biasa. Namun pada mereka yang terbiasa berbicara atau
berpidato pun bisa mengalami demam panggung. Penyakit itu dikenal dengan nama
penyakit kepanikan komunikasi (KK). Dalam teori mereka mungkin bisa berbicara lancar
pada waktu biasa. Atau tidak gugup bicara di depan teman-teman sendiri. Namun pada
saat bicara di depan khalayak banyak penyakit demam panggung ini baru muncul. Contoh
KK dalam membacakan ayat suci seorang calon menantu di depan mertuanya. Sang
menantu tak bisa membaca ayat pendek karena gugup. Itu karena ia tahu calon
mertuanya ingin mengetahui kesalehan calon mantunya. Stress itulah yang juga dialami
oleh para musisi yang ingin show dan atlet sebelum bertanding. Kecemasan
berkomunikasi itu ada beberapa macam. Dan dalam diagnosis ilmu kecemasan komunikasi
dikenal dengan beberapa istilah. Yang pertama stage fright (demam panggung). Kedua,
speech anxiety (kecemasan bicara). Ketiga, performance strees atau yang lebih umum
strees kerja. Dan gejala-gejala ini yang dirasakan orang-orang itu. Berikut untuk
mengetahui gejala-gejala itu sebagaimana disebutkan dibawah ini;
1. Detak jantung yang cepat
2. telapak tangan atau punggung berkeringat
3. napas terengah-engah
4. mulut kering dan sukar menelan
5. ketegangan otot dada, tangan dan kaki
6. tangan atau kaki bergetar
7. suara bergetar dan parau
8. berbicara cepat dan tidak jelas
9. tidak sanggup mendengar atau konsentrasi
10. lupa atau ingatan hilang.
Gejala- gejala yang bisa merusak presentasi dan ceramah kita itu harus bisa dihilangkan.
Dalam banyak kasus kegagalan seorang pembicara yang tidak mendapat respon audiens
dikarenakan penyakit itu. Dan dalam menghilangkannya pun tidak semudah membalik kan
telapak tangan. Ada yang mengatakan belajar presentasi dengan baik sama dengan orang
belajar menyetir mobil. Saat dilepas oleh gurunya mobil bisa dijalankan sesuai petunjuk
setelah ia belajar. Namun dalam kasus orang bawa mobil pasti ditemui rem tiba-tiba
secara mendadak. Dan sudah pasti bagi yang baru bisa bawa mobil pasti akan lebih parah
daripada mereka yang sudah lancar 100%.
Dalam konteks menghilangkan penyakit itu dibutuhkan cara dan tekhnik yang tepat
dengan memperkaya wawasan dan keilmuan serta latihan ilmu retorika secara intensif.
Rudolp E Busby dan Randall E. Majors dalam Basic Speech Communications memberikan
beberapa resep untuk mengatasi ketegangan pada saat kita mengalami demam panggung
yang sama sebelum berbicara di depan umum. Mengatasi detak jantung yang cepat
dengan tekhnik relaksasi dalam mengendurkan otot-otot Anda. Tangan dan kaki yang
bergetar harus disiasati dengan menggoyang-goyangnya secara perlahan-lahan. Beberapa
tips ini juga bisa ditambah dengan memancing respon audiens terlebih dahulu dengan
sapaan atau dengan bahasa pembuka yang ringan. Jangan lupa tanamkan keberanian dan
senyumlah pada audiens dan tarik napas panjang-panjang sebelum berbicara. Dan harus
segera secara cepat memancing para hadirin sebelum berbicara.
PENUTUP
Bicara yang tepat dan benar serta diterima audiens harus dimiliki oleh setiap orang yang
ingin presentasinya bisa diterima publik. Seorang pembicara harus tahu bagaimana
mengetahui kemauan audiens. Emosi dan karakter audiens juga penting diketahui
terlebih awal sebelum pembicara itu memulai menjelaskan pemikirannya pada audiens
yang dihadapi. Yang juga tak kalah penting gagasan pembicara. Gagasan pembicara
sangat mencerminkan kredibilitas yang disandangnya. Sebaiknya hindari gagasan –gagasan
atau pemikiran diluar kompetensi kita. Seorang dokter tak pas bicara ilmu diluar
kompetensinya pada audiens. Konstruksi berpikir audiens tentang seorang dokter tak bisa
dimanipulasi. Dan dokter ini kemungkinan akan gagal menarik simpati para audiens untuk
mendengar pidato atau ceramah sang dokter tersebut. Atau audiens akan ngantuk dan
malas mendengarnya.****